Kraukk.com

728 x 90

Thursday, September 23, 2010

Kraton Solo Dan Keunikannya Di Mataku

Tidak menyangka kalau perjalanan saya ke Solo Kota menuntun saya ke sebuah museum dan kraton Surakarta. Awalnya niat saya dan kawan-kawan mencari tahu letak Pasar Klewer. Berkat petunjuk beberapa orang yang saya temui di jalan menunjuk sebuah arah melewati Jalan Kesultanan. Ternyata saya menemui sebuah lapangan yang tak lain adalah Alun Alun Selatan.


Sebelah kanan sebelum memasuki alun-alun ada sebuah kandang kerbau yang kulitnya berwarna putih seperti warna kulit albino. Menurut seorang ibu, penjual es kelapa yang berjualan di sekitar alun-alun , kerbau tersebut hanya dikeluarkan pada saat perayaan tertentu seperti Satu Suroan dan merupakan titisan dari Raden Patah. Entahlah tapi kerbau tersebut , ibu tersebut menyebutkan sangat dihormati dan dianggap keramat.


Alun alun Selatan kota Solo tidak jauh berbeda dengan yang ada di Jogja, terdapat pohon beringin kembar juga ditengahnya. Tetapi tidak dipakai untuk arena permainan tutup mata seperti yang dilakukan di Jogja. Alun-alun selatan kota solo lebih sepi. Ibu penjual es kelapa juga menuturkan bahwa alun alun selatan ini dahulu digunakan pihak Kraton Solo sebagai gerbang untuk menerima para tamu.

Ada sebuah bangunan pendopo yang luas dan gerbang di ujung lokasi alun-alun selatan ini, nah di tempat tersebut para tamu yang akan masuk ke Kraton menunggu ditempat tersebut. Pendopo ini mempunyai dua meriam seperti yang ada di halaman Museum Fatahillah, dan pada zaman dahulu setiap sisi pendopo dijaga oleh para prajurit kraton tetapi sekarang sudah tidak ada. Alun-alun selatan sudah dibuka untuk umum oleh Kraton tetapi bangunan pendopo tersebut masih berdiri dan terdapat beberapa kerbau bule berliaran di halamannya. Beberapa orang member mereka makan. Di bagian sayap kiri dan kanan pendopo , terdapat dua buah kereta. Salah satunya adalah kereta Jenasah sengaja dipajang di sana. Hmm.. Menarik sekali.


Dari pintu gerbang yang sangat besar dekat pendopo nanti akan menemukan jalan yang kecil seperti jalan – jalan di komplek perumahan. Kalau menurut saya, seperti menuju Taman Sari di Jogja. Tembok besar di sebelah kiri jalan membuat saya menebak-nebak apa yang ada didalamnya. Sampai akhirnya jawaban itu muncul ,oohh… ternyata ini sebuah Museum dan Kraton Surakarta. Dari pintu gerbangnya berdiri gagah patung Paku Buwono X , seakan mengucapkan selamat datang bagi para tamu yang hendak masuk ke dalam. Harga tiket masuknya sebesar Rp 10.000 / orang

Bangunan dengan warna sebagian besar adalah biru ini sangat menarik. Para tour guide yang merupakan merupakan Abdi Dalem Museum dan Kraton mulai menjelaskan mengenai sejarah dan seluruh isi bangunan serta Kraton Surakarta kepada para pengunjung. Lorong - lorong yang ada di sepanjang museum begitu luas dan sejuk, karena ditumbuhi beberapa pepohonan yang rindang. Dua buah patung prajurit kraton terdapat dibeberapa pintu masuk dengan model pakaian yang berbeda-beda menambah menarik museum kraton solo ini.


Di dalam museum , terdapat beberapa peninggalan benda-benda seperti : ada dandang yang besar yang digunakan untuk menanak nasi. Ukurannya yang besar membuat saya berfikir ini bisa memberi makan ribuan orang dan bukan hanya para Abdi Dalam Kraton. Kemudian Foto-foto raja dan lambang kesulatanan Surakarta atau sekarang lebih dikenal dengan kota Solo. Ada juga framen bebatuan dari Candi Mendut dan beberapa yang dipajang pada lemari kaca.

Ada berbagai macam bentuk topeng dan kegunaannya pada sebuah acara tarian. Kemudian ada keris, wayang, dan berbagai kesenian lainnya. Ada juga alat tandu yang dipakai raja-raja pada masa kejayaannya. Namun sudah rapuh sehingga tidak dapat dinaikin dan tidak boleh dipegang. Terdapat juga kereta jenasah.

Bagian yang menarik adalah ketika memasuki sebuah ruangan yang terdapat dua buah kereta kencana. Saya terdiam di depan benda tersebut sementara pengunjung lainnya banyak berfoto-foto di luar batas pagar yang ditandai tali warna merah. Menarik pikir saya melihat keindahan dari kereta kencana ini. Apalagi dua buah roda besar yang dipunyainya. Berfikir, ini kereta siapa dan pasti orang yang benar-benar terhormat yang menaiki ini. Dan saya mempunyai keinginan untuk foto di depannya. Dan ternyata , didengarkan oleh seorang Abdi Dalam yang menjaga kedua kereta ini.

Begitu tali merah sebagai pembatas pengunjung dibuka, beliau segera menyembah ke arah kereta kencana tersebut kemudian menuntun saya duduk di dekat roda kereta kemudian disusul empat orang teman saya. Diujung kiri kanan kanan dipasang tali syaler berwarna keemasan dan dipasangkan blankon atau tutup kepala orang jawa. Kemudian setelah menyembah dipotonya kami berempat, begitupun ketika posisi berdiri dekat pintu masuk kencana hal yang sama dilakukan sebelum posisi kami dirubah ataupun sebelum dipoto.


Hmm.. hal ini cukup menakutkan untuk kami berempat sehingga membuat kami mendadak menjadi sangat sopan atau mungkin didalam pikiran kami timbul hal-hal yang menyeramkan sehingga Abdi Dalam tersebut mengatakan untuk tidak takut hehe...

Tempat yang tak kalah menariknya adalah Kratonnya. Bagi yang memakai sendal diharapkan untuk melepaskannya sebelum memasuki kawasan Kraton. Karena ada beberapa hal yang sangat dijaga kesopanan berpakaian untuk memasuki kawasan Kraton. Tetapi bagi yang memakai sepatu tidak usah dilepas. Kraton mempunyai halaman yang luas dan alasnya adalah pasir yang sangat lembut dan tidak kasar ditelapak kaki. Namun ada beberapa batasan bagi para pengunjung untuk memasuki Kraton.


Di dalam kawasan kraton ada tiga buah bangunan pendopo yang luas dan sebuah menara yang tinggi berwarna biru dan putih. Jendelanya panjang ada dua buah. Dahulu digunakan untuk mengintai musuh namun ketika saya bertanya kepada salah satu Abdi Dalam Museum menara tersebut juga digunakan untuk bertapa raja. Jika diperhatikan , di ujung menara tersebut lambang yang pakai adalah seekor ular.

Menurut beliau, lambang ular dipakai melambangkan keseimbangan antara kraton dan laut kidul serta puncak lawu entahlah apa maksudnya saya kurang paham. Buat saya mengujungi museum dan kraton Surakarta sangat menarik buat saya. Belum lagi di depan bangunan banyak berjejer patung-patung pada zaman romawi kuno seperti yang ada di kuburan belanda atau gereja kuno, ada alat-alat musik dan sebuah ruangan yang luas tapi pengunjung tidak diperkenankan untuk naik ke atasnya.

Tidak jauh dari Museum dan Kraton , terdapat sebuah pasar batik namanya adalah Pasar Klewer. Tepatnya di depan alun-alun utara. Sperti pasar pada umumnya di Jakarta ramai dan padat. Namun disini terdapat berbagai jenis batik Solo yang ditawarkan. Di depan pasar , terdapat sebuah Masjid besar yang dahulu digunakan Kerajaan Surakarta yakni Masjid Agung Surakarta. Bangunannya unik dari pintu masuknya. Sperti memasuki kota yang ada di Timur Tengah. Tapi begitu sampai di halaman masjid terlihat ornamen khas jawa dan melayunya. Bentuk memanjang dan ruangannya terbuka. Tiang-tiang berwarna coklat berdiri kokoh pada sudut lantai. Atap-atapnya terbuat dari kayu berwarna hijau dan terdapat baling-baling kipas angin. Lantainya dari marmer sehingga membuat suasana di dalamnya terasa sejuk.

Kota Solo mungkin belum banyak yang saya ketahui , tetapi perjalanan ini telah membawa saya melihat keunikan lain dari kota Solo yang belum pernah saya lihat. Ini adalah pertama dan menyenangkan bagi saya. Mungkin suatu saat saya akan kembali lagi.

SOlO Kota , 17 September 2010

veronica setiawati

http://g1g1kel1nc1.blogspot.com




Wednesday, September 22, 2010

Mudik,Liburan dan Silaturahim

Merasakan kembali pulang kampung merupakan hal yang menyenangkan. Karena sudah cukup lama saya tidak melakukannya. Dan beruntunglah sewaktu liburan Lebaran tahun 2010 , saya menyempatkan diri untuk Mudik atau pulang kampung. Tujuan mudik atau pulang kampung kali ini adalah Solo. Tempat yang asing dan membayangkan seperti apa juga tidak ada di dalam benak saya. Namun , karena sudah mempersiapkan perjalanan ini jauh-jauh hari tetaplah saya berangkat.

Wonogiri , ternyata itulah nama tempat yang akan didatangi. Perjalanannya cukup jauh sekitar hampir 2 jam lebih, itupun menggunakan bus umum. Namun semua kepenatan dan bosan selama perjalanan dapat di bayar dengan keindahan pemandangan sepanjang jalan. Seperti ada sebuah laut yang pada awalnya saya kira, ternyata itu adalah sebuah Waduk, tepatnya Waduk Gajah Mungkur . Banyak sekali warung-warung makanan yang menjual hasil tangkapannya dari

waduk tersebut. Ada yang berupa ikan, udang, kerang dan lainnya. Apalagi aroma ikan yang dibakarpun menusuk hidung saya ketika melewati beberapa rumah makan dan itu sungguh mengguggah selera makan saya. Tidak jauh dari waduk , terdapat sebuah jalan yang menuju tempat untuk bermain gantole atau terbang layang. Selain itu, Wonogiri mempunyai sebuah tugu atau monumen ADIPURA, sebuah penghargaan dari pemerintah. Letaknya persis di depan gerbang waduk.


Sepanjang perjalanan setelah memasuki gerbang selamat datang di Wonogiri , jalan yang dilalui berkelok-kelok , kalau tidak biasa bisa membuat perut mual. Selain waduk , terdapat juga beberapa tebing batu kapur yang sudah dijadikan tempat penambangan. Beberapa bagian tebing sudah terkikis oleh para pekerja yang mengambil batu-batu kapur. Terlihat juga aliran air dalam sebuah pipa-pipa yang panjang ke rumah-rumah. Masih terdapat ladang, pohon-pohon besar dipinggir jalan , bukit-bukit dan aliran sungai. Namun penerangan jalan raya belum ada , jika malam hari melewati sepanjang jalan tersebut agar berhati-hati.


Rumah-rumah yang ada di sekitar Wonogiri , beratap dari genting merah dan atapnya berbentuk garis lurus. Di tengah-tengah atap ada bentuk dua buah menyerupai sirip ikan berujung lancip. Bahkan ada diantaranya dipasang lambang Negara yakni burung Garuda. Tiang-tiang penyangganya pun masih terbuat dari kayu termasuk pada pintu dan jendela. Jika berada di dalam rumah tidak terasa pengap atau gerah. Cahaya Matahari pun sedikit menembus dari atap genting yang belum terpasang plafon. Namun tidak mengalami kebocoran jika hujan. Tetapi untuk kamar mandi berada di luar rumah.


Untuk dapurnya, benar-benar masih tradisional dan sederhana. Tidak memakai gas ataupun minyak tanah untuk memasak, melainkan memakai kayu bakar atau serbuk kayu hasil gergaji untuk menyalakan api ditungku. Memang sih asap mengepul di dalam namun cepat hilang diantara celah-celah genting. Tiang-tiang penyangga dari kayu pasang dan sebagian tiangnya digunakan untuk membuat rak tempat penyimpanan alat-alat masak. Tempat rak piring pun masih terbuat dari kayu. Tidak jauh dari rak piring, ada sebuah tempat untuk cuci piring. Terdapat beberapa gentong berisi air untuk membilas piring,gelas atau alat-alat masak lainnya. Dari memasak di tungku dan membilas cucian piring dilakukan secara jongkok atau menggunakan bangku kecil. Pegel deh.. :D

Halaman rumah sangat luas terdiri halaman belakang dan depan. Ada kandang sapi. Pohon-pohon bunga ditanam sebagai pagar halaman. Pembatas tanah menggunakan batu. Namun tetangga satu dengan yang lainnya saling mengenal dan akrab seperti saudara, bahkan yang tinggalnya sangat berjauhan dari rumahpun saling kenal. Saya senang suasana seperti itu dan juga suasana ketika malam yang sangat sepi. Hiburannya mungkin hanya televisi, jika yang mempunyai motor bisa keluar untuk keperluan.Karena kendaraan yang umum dirumah adalah motor supaya praktis ke mana-mana dan cepat. Untuk listrik sudah ada hanya saja kalau di jalan depan rumah atau menuju jalan raya masih kurang lampu penerangan jalan , satu hal lagi nyamuknya masih banyak. :D

Kalau udaranya tidak dingin seperti kalau naik gunung, kecuali hujan waktu malamnya. Tidak jauh, dibelakang rumah ada sebuah aliran sungai yang berasal dari Waduk Gajah Mungkur. Disekitar aliran sungai, ditumbuhi tanaman kacang-kacangan ataupun daun bawang. Sungainya pun dimanfaatkan penduduk sekitar untuk mencari ikan.

Masih banyak hal yang belum diceritakan dari tempat ini. Namun , dari pengalaman pertama menginjakan kaki dan mempunyai keluarga baru semuanya membuat hati ingin kembali lagi dan menceritakannya kembali. semoga

Wonogiri, 15 September 2010

Veronica Setiawati

http://g1g1kel1nc1.blogspot.com