Kraukk.com

728 x 90

Thursday, March 10, 2011

Benteng Pendem dan Nusakambangan

Benteng peninggalan pada masa penjajahan Belanda menjadi sebuah saksi sejarah di bumi nusantara. Bukti sejarah kokohnya benteng-benteng tersebut masih bisa dilihat dan dikunjungi. Kali ini saya menceritakan ketika jejajahi benteng yang berada di kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Benteng Karang Bolong.

Untuk dapat sampai ke Benteng Karang Bolong digunakan perahu motor nelayan dari pantai Teluk Penyu menuju kawasan Pulau Nusakambangan. Tidak sampai 15 menit sudah tiba di dermaga Nusakambangan bagian timur melewati Selat Segara Anakan. Sepanjang perjalanan menuju dermaga tersebut saya melihat dua buah kapal minyak yang sedang merapat serta hijaunya Nusakambangan.

Ketinggian pulau adalah antara 0 - 50 meter diatas permukaan laut. Di sebelah selatan,barat dan timur berbatasan dengan Samudra Hindia dan sebelah utara berbatasan dengan Selat Segara Anakan, Bengawan Donan, muara sungai Citanduy, dan kota Cilacap. Selain sebagai kawasan cagar alam, Pulau Nusakambangan juga terdapat perkebunan milik warga seperti kelapa.

Nusakambangan tidak berpenduduk kecuali disekitar dermaganya itupun hanya warung-warung makanan dibuka untuk kunjungan wisata atau sebagai tempat singgah penduduk yang akan mengambil panennya. Letak Benteng Karang Bolong berada di bagian timur Nusakambangan.Sedangkan penjara yang ada di Nusakambangan letaknya berada dibagian barat pulau. Dahulu, para napi yang ada diNusakambangan dipekerjakan untuk berkebun disini juga membangun rel kereta api dari Cilacap menuju Jogja.

Perjalanan menuju Benteng Pendem dari dermaga cukup melelahkan karena medannya yang berbukit serta melewati kawasan hutan belukar selain itu ditempuh dengan berjalan kaki. Di dalam kawasan hutan ini, ada sebuah pohon bernama Pohon Gondong. Pohon tersebut memiliki bebijian berwarna hijau, serta berfungsi sebagai penyimpanan air minum dan juga obat-obatan. Karena air disekitar pulau ini rasanya payau sehingga penduduk menggunakan pohon ini sebagai air minum mereka.

Gerbang Benteng Karang Bolong hampir tidak terlihat karena tertutup akar pohon. Sehingga dari jauh mirip sebuah kastil yang angker dan menyeramkan untuk didekati. Bangunanya berbentuk huruf U terbalik , seperti arsitektur pintu yang ada di Museum Bahari. Diantara bata-bata yang tersusun dan sangat tebal ini ada sebuah celah yang sengaja dibuat sebagai ventilasi udara. Luas benteng ini sekitar 6.000M2 dan digunakan oleh tentara Belanda sebagai benteng pertahanan. Menurut pemandunya sih dibangun sekitar tahun 1855.

“Dibawah kaki kita ini adalah benteng juga, tetapi belum digali (dibaca : ekskavasi).” Demikian yang dikatakan oleh pemandunya. Saya pun sungguh heran karena tingginya benteng bahkan sampai menembus ruang bawah tanah. Hanya sayangnya tertutup lumut dan akar pohon. Diperkirakan benteng ini terdiri 4 lantai dengan dua lantai berada di atas permukaan tanah dan dua lantai lagi berada di bawah permukaan tanah . Saya dan teman-teman dituntun oleh pemandunya menuruni anak tangga.

Ruangan yang ada dibawah tanah sangat gelap begitupun ketika menuruni anak tangga yang ada di dalam benteng. Lebih baik membawa senter atau headlamp. Selesai menuruni anak tangga akan menemukan sebuah lorong yang panjang. Lorong itu merupakan jalan dimana terdapat ruangan besar yang ada dikiri dan kanannya. Ada ruang aula, barak prajurit, ruang penjara dan ruang penyiksaan serta terdapat ruang pos jaga. Di luar lorong tersebut terdapat ruang pengintaian. Lubang yang mengarah ke laut digunakan sebagai tempat penembakan jika ada musuh yang datang. Ada juga sebuah meriam yang sangat panjang di dekat pantai. Oleh sebab itu Benteng Karang Bolong juga disebut sebagai benteng alteri sebab segala perlengkapan perang dan ruang-ruang penyimpanan amunisi tersedia di dalam benteng.

Pemandangan lain yang dapat dilihat tidak jauh dari Benteng Karang Bolong adalah pantainya. Pesona pantai laut selatan dengan pasir putih dan karang-karang yang ada ditepi pantai. Menurut pemandunya, konon terdapat lorong bawah tanah yang menghubungkan benteng ini dengan Benteng Pendem dengan melewati dasar laut.

Benteng Pendem

Tidak jauh dari pantai Teluk Penyu terdapat sebuah benteng yang juga merupakan benteng pertahanan tentara Belanda yang menjorok ke laut. Setelah medarat dari Pulau Nusakambangan, perjalanan selanjutnya adalah menjelajahi benteng Pendem.

Benteng Pedem dinamakan demikian karena terpendam dibawah tanah. Dalam bahasa Belanda dinamakan “Usbatterij Op De Lantong Te Tjilatjap”. Benteng Pendem dibangun secara bertahap pada tahun 1861 - 1879. Benteng ini dibangun karena letaknya yang strategis untuk pendaratan dan pantainya terlindung oleh Pulau Nusakambangan.

Sejarah Benteng Pendem ini menurut synopsis yang dibagikan. pada waktu tentara Jepang datang ke Indonesia, benteng Pendem dijadikan markas tentara. Selama dua tahun kosong sejak Jepang kalah oleh sekutu dan Benteng Pendem kembali ke tangan tentara Hindia Belanda ( KNIL ) sampai tahun 1950. Baru ditempati kembali pada tahun 1952 sampai akhir 1965 sebagai markas TNI pasukan Banteng Loreng. Pernah juga didipakai sebagai tempat latihan pasukan RPKAD ( Kopassus ).

Sekitar duapuluh satu tahun , benteng ini terbengkalai dan tidak terurus. Sampai suatu saat seorang warga Cilacap bernama Adi Wardoyo memberanikan diri menata dan menggali lingkungan benteng sejak tanggal 26 November 1986. Sebab, disekitar lokasi benteng, telah dibangun dermaga,kantor dan tangki kilang minyak untuk Pertamina dengan sebutan Area 70 dengan memanfaatkan sebagian areal Benteng Pendem seluas 4 ha. Kemudian sejak tanggal 28 April 1987 Benteng Pendem resmi dibuka untuk umum hingga saat ini.

Saat ini benteng pendem sudah banyak dikunjungi dengan beberapa fasilitas tempat rekreasi untuk anak-anak dan keluarga. Seorang bapak yang memandu saya dan teman-teman dari Komunitas Jelajah Budaya, mengatakan bahwa sungai besar yang pernah mengaliri tempat ini yang berasal dari laut telah dibuat menjadi kolam buatan. Lokasi Benteng ada dibagian belakang tempat rekreasi ini. Bagian awal dari lokasi Benteng Pendem adalah bangungan yang memiliki barak yang menjadi tempat tinggal para prajurit Belanda. Satu kamar terdiri dari 40 - 50 orang dan tepat di depan bangunan barak ada tempat mandi para tentara.

Bagian tengah dari lokasi benteng, ada sebuah taman yang cukup luas. Ada beberapa ekor rusa hidup disana. Selain itu terdapat ruang-ruang yang besar. Seperti ruang klinik, sebuah bangunan yang terbagi dua ruang. Ruang yang kecil pernah digunakan sebagai tempat operasi dan ruang yang besar untuk perawatan dari tentara Belanda yang terluka. Selain itu ada ruang amunisi, ruang akomodasi, gudang peluru, ruang penjara yang terdapat sebuah ruang baca untuk para narapidana yang menerima surat dengan penerangannya memakai obor.

Dibagian lain dari lokasi benteng ada sebuah terowongan yang panjangnya sekitar 100 meter. Terowongan ini sangat gelap dan berisi air setinggi mata kaki. Tinggi terowongan sekitar 160 meter. Tempat yang lembab membuat terowongan ini penuh dengan lumut. Keluar dari terowongan ada sebuah goa jepang yang letaknya dibawah permukaan tanah. Selain goa, ada sebuah tempat penyiksaan para tawanan dengan dicelupkan ke dalam sebuah kubangan air sedalam 1 meter.

Dekat kolam buatan, ada juga sebuah benteng yang memanjang dipakai sebagai pertahanan karena letaknya menghadap laut. Cinderamata terbuat dari kerang banyak dijual ketika menuju pintu keluar benteng. Tepat di muka benteng, terdapat sebuah menara pantai yang digunakan untuk memantau kondisi pantai Cilacap.

Kuliner dan oleh-olehdari Cilacap.

Kuliner yang ditawarkan di dekat Benteng pendem adalah makanan laut tentunya. Jika ingin mencicipi aneka seafood seperti udang goreng tepung, ikan bakar, cumi asem manis dan lainnya atau sekedar menikmati segarnya air kelapa semua dapat dinikmati di tempat makan yang ada disepanjang pantai. Bahkan sambil menyantap makanan pun masih dapat menkmati indahnya pantai. Selain makanan, tidak lengkap tanpa membawa oleh-oleh ikan asin, terasi atau ikan-ikan basah dapat diperoleh dengan harga yang cukup terjangkau di kios-kios kecil depan restoran/rumah makan.

Kalau malam hari, disekitar alun-alun terdapat sebuah lokasi makanan yang sangat ramai dikunjungi. Tinggal pilih mau pesan makanan sesuai selera. Alun-alun sangat ramai dan jika ada yang ingin menikmati jajanan kecil dapat juga membeli disini. “Setiap hari selalu ramai, tidak tergantung malam minggu atau tidak. Tapi kalau hujan ya bubar ,Mba.” ucap seorang pedagang ronde yang menjelaskan mengenai keramaian di alun-alun ini.

Cilacap, 05 Maret 2011

Veronica Setiawati

Menjelajahi Kegelapan Goa Di Pangandaran.

Pangandaran! Siapa yang tidak kenal dengan tempat yang sangat terkenal dengan keindahan pantainya ini dan tempat dimana pernah hancur akibat terjadinya Tsunami. Saya pun teringat untuk pertama kalinya datang ke Pangandaran sekitar tahun 2010 yang lalu. Saya berada di tepi pantai timur melihat munculnya kemegahan matahari pagi yang sungguh eksotis dan menawan dari balik bukit. Tak bisa pernah lupa keindahannya!

Perjalanan kali ini bukan hanya melihat keindahan pantai Pangandaran saja, melainkan berkunjung ke sebuah cagar alam. Mungkin bagi sebagian orang yang pernah berlibur ke Pangandaran, pernah mendengar ataupun mengetahui ada sebuah cagar alam disini. Nah, saya bersama teman-teman yang tergabung dalam Komunitas Jelajah Budaya ingin melihat , merasakan dan menjelajahi suasana seperti apa sih ketika berada di cagar alam yang memang masih hutan.

Ketika dipintu masuk gerbang utama cagar alam, seorang pemandu menceritakan sedikit mengenai adanya beberapa ekor kera yang akan kami temui di dalam hutan. Beberapa saran yang diberitahukan kepada kami ketika berhadapan dengan kera-kera tersebut. Seperti :

“Mengangkat kedua tangan ketika ada kera yang datang menghampiri. Mereka akan mengerti kalau pengunjung tidak membawa makanan.”.

“Tidak menenteng plastik berisi makanan yang dapat terlihat oleh kera , lebih baik disembunyikan di dalam kantong/saku. Karena kera-kera tersebut akan mengambilnya”

“Jika kera tersebut menggigit , maka digigit balik?”

Saran yang terakhir aneh ya? Tapi itulah cara mereka mendekatkan diri dengan kami. Saran lelucon yang diberikan oleh pemandunya supaya kami bisa lebih santai hehe.. Tahu tidak, ternyata kera-kera tersebut tidak suka air aqua l1299993512262036419oh. Mereka lebih memilih minuman yang berwarna dan bersoda. Luar biasa deh!

Sesampainya disebuah tempat yang terdapat papan informasi tentang cagar alam ini, mulai deh si pemandu memberitahukan isi cagar alam. Ternyata di dalam cagar alam terdapat beberapa goa yang masih alami ,lalu ada air terjun dan bunga Rafflesia juga ada di sini Bahkan petualangan yang lebih ekstrim juga ada! Karena waktu yang terbatas karena harus melewati trekking yang panjang dan melelahkan , maka cukuplah kami menjelajahi goa-goa yang terdapat di cagar alam ini. Oh ya, karena ketika menjelajahi goa , tempatnya pasti gelap dan membutuhkan cahaya sebagai penerang jalan.Bagi yang tidak membawa senter, bisa menyewa dengan harga RP 5.000 per senter. Kalau mau gratis lebih baik bawa sendiri.

Saat berjalan menuju lokasi goa, sepanjang kiri dan kanan jalan masih banyak pepohonan yang tinggi dan besar. Jalan yang dilaluipun sudah bagus dan tertata seperti trotoar. Goa-goa yang dijelajahi adalah, Goa Jepang, Goa Panggung dan Goa Pahat. Masing-masing goa tentunya memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Setiap goa juga memiliki informasinya sendiri yang dipasang di depan pintu masuk goa sehingga pengunjung dapat membaca apa yang ingin disampaikan mengenai goa tersebut.

Berjalan cukup lama akhirnya sampai juga dilokasi sebuah goa. Goa Jepang adalah goa pertama yang kami datangi. Pintu masuknya sangat tersembunyi dibalik akar pohon dan tertutup. Tingginya tidak lebih dari 1,5 meter, bagi yang mempunyai tinggi badan lebih dari itu akan menunduk untuk menyusuri sepanjang lorong goa. Satu persatu antri masuk ke dalamnya sehingga membentuk bak rangakain kereta. Karena tempatnya yang gelap, kami berjalan sambil meraba pada dinding goa. Goa Jepang ini adalah goa buatan. Bahkan dindingnya tidak terbuat dari tanah melainkan dari batu karang yang dipahat. Jika diraba akan terasa licin seperti menyentuh marmer, diatas Goa Jepang terdapat pohon-pohon yang besar dengan akar-akarnya yang merambat.

Ada yang unik lainnya, yakni ketika sampai sampai dimulut goa yang terakhir yang merupakan pintu keluarnya. Ada sebuah tangga yang terbuat dari akar-akar pohon yang merambat. Satu persatu kami menaiki tangga tersebut lalu keluar melalui sebuah celah yang kecil diantara akar pohon. Lebar celah itu cukup dilalui satu orang saja. Waah, baru goa pertama saja sudah seperti ini apalagi selanjutnya, serasa caving kembali!

Dari Goa Jepang, kami diajak ke sebuah tempat yang berada didalam hutan. Pemandunya memperkenalkan kami terdapat sebuah pohon yang besar dengan akar pohon berbentuk seperti roket. Sampai-sampai di papan keterangan dekat pohon tersebut tertulis “Menurut Anda , apakah struktur roket terinspirasi oleh akar pohon Manir?” Karena kalau dilihat lebih teliti memang strukturnya akarnya sangat mirip.

Tidak jauh dari pohon tersebut, dikenalkan juga sebuah situs peninggalan Kerajaan Pangandaran. Ada sebuah batu yang berbentuk seperti anak sapi yang sedang duduk. Batu itu dinamakan Batu Kalde. Dihadapannya ada juga sepasang batu yang lain yang dinamakan Linggayoni. Lingga untuk sebutan laki-laki dan Yoni untuk sebutan wanita. Disebelah batu kalde yang dipagari oleh kayu ini , terdapat sebuah makam bernisan batu. Dugaan pemandunya makam tersebut hanya makam simbol dari penguasa Kerajaan Pangandaran yang beragama Hindu yang telah masuk Islam. Diketahuinya dari cara orang tersebut dikubur di dalam tanah.

Ketika perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri hutan mahoni , disambut dengan bunyi yang bersahutan seperti bunyi jangkrik. Agak menyeramkan sih. Uuh seandainya berjalan sendirian tanpa ada yang memandu bisa tersesat atau mungkin diam ditempat saja. Makanya, ketika beberapa orang dibelakang jauh tertinggal, mereka yang sudah didepan harus menunggu. Memang sengaja pemandunya melewati hutan ini sebagai jalan pintas karena untuk mempersingkat waktu saja Seru banget, bener-bener jadi “bolang”!

Akhirnya saya dan teman-teman tiba juga disebuah bibir pantai setelah keluar dari hutan. Untunglah, cuaca sangat cerah dan langit berwarna biru sehingga pemandangan pantai terlihat sangat cantik dengan perahu-perahu nelayan yang sedang menepi. Di depan pantai tersebut juga ada sebuah goa yang masih alami yang bernama Goa Panggung. Ketika tiba di depan mulut goa, sekilas saya teringat ada kemiripan dengan Gua Maria Tritis yang ada di Jogja. Bentuk goa sangat terbuka dengan batuan stalagtitnya yang tajam sehingga cahaya matahari dapat masuk kedalamnya. Dari Gua Panggung bisa melihat langsung ke laut Selatan. Sebuah legenda mengatakan bahwa goa ini dulunya adalah tempatnya Mbah Jaga Lautan, anak angkat dari Nyi Roro Kidul yang ditugaskan untuk menjaga lautan di bagian Jawa Barat.

Di dalam gua ada sebuah tempat yang agak tinggi seperti panggung, sehingga tempat ini diberi nama Gua Panggung. Tangganya pun terbuat dari batuan karang dan ada pengangan ketika menaiki/menuruni anak tangga tersebut. Cukup licin karena pasir yang sudah mengendap sebagai dasarnya. Di sana juga ada sebuah makam yang disimbolkan sebagai makam dari Mbah Jaga Lautan. Agak pengap kalau saya rasakan karena bagian panggung dekat makam tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Deburan ombak terdengar jelas dari atas panggung ini. Keindahan karang-karang yang menjaga goa ini dari ombak laut serta batu-batuan stalagtit akan menakjubkan bagi siapapun yang melihat. Pemandu kami juga memberitahukan ada sebuah batu yang jika terkena cahaya berkilauan seperti berlian menempel pada langit-langit goa. Sungguh Menarik!

Gua yang terakhir dijelajahi adalah Gua Parat / Keramat. Waah apa yang menyebabkan gua ini menjadi keramat ya? Ternyata ada sebuah legenda setelah melalui pertapaan di dalam goa inilah akhirnya dapat menemukan anaknya hilang. Ada yang unik dan sangat berbeda dengan goa-goa yang sebelumnya. Selain tempatnya yang lebih gelap , pintu masuk goanya sangat pendek. Untuk dapat masuk ke dalamnya , kami harus membungkukan badan dan kepala agar tidak terkena batuan goa diatas punggung. Setelah sampai di dalam goa, ternyata tempatnya sangat luas dan langit-langit goanya pun sangat tinggi sehingga tidak perlu lagi menunduk dan membungkukan badan.

Keunikan yang pertama yang dilihat dari Gua Parat ketika sudah berada di dalam adalah sebuah batu yang berbentuk unta yang sedang duduk dan dibelakangnya terdapat batuan seperti yang ada di gua panggung akan berkilauan ketika diberi cahaya. Namun sayang , hanya sebagia saja yang mengkilap karena sudah tersentuh telapak tangan para pengunjung, sehingga memudarkan kilauan cahayanya. Keunikan kedua adalah sebuah batu yang membentuk lubang yang besar. Lubang yang sebesar pot bunga tersebut terbentuk karena terlalu sering ditetesi air dari masuk kedalam goa. Sekian lama akhirnya membentuk cekungan yang lebar seperti itu.

Pemandunya mengatakan itu adalah Kaca Benggalanya Mak Lampir sewaktu sembunyi di dalam goa. Ia adalah sebuah tokoh legenda yang menakutkan seperti nenek sihir menurut sebuah cerita persilatan di radio. Keunikan yang ketiga yang dikatakanan oleh pemandunya adalah sebuah batuan yang menggantung menyerupai alat kelamin laki-laki dan perempuan sehingga disebut Batu Kelamin. Ada mitos yang dikatakan oleh pemandunya pada batu kelamin ini yakni bagi siapapun yang belum mempunyai jodoh silakan memegang batu kelamin lawan jenisnya tersebut supaya nanti segera dapat jodoh.

Keunikan yang keempat masih di dalam Gua Pahat ini yakni sebuah batuan yang menggantung menyerupai sebuah pangkal paha ayam dan keunikan yang kelima adalah sebuah batu yang dapat mengeluarkan bunyi gong ketika dipukul sehingga disebut Batu Gamelan. Selain bebatuan yang unik di dalam goa, juga masih terdapat keluarga hewan landak yang tinggal dibawah celah batuan goa dan puluhan ekor kelelawar yang bergantungan di langit-langit goa. Ketika cahaya senter saya arahkan keatas, banyak sekali kelelawar hitam bergantungan memenuhi langit goa. Saya sungguh terpana dengan keunikan dari isi Goa Parat ini. Siapa saja yang melihat pasti sungguh tertarik!

Penjelajahan Goa Parat ini berakhir di tepi pantai. Tiba-tiba kami didatangi beberapa ekor kera. Spontan saja kami segera mengangkat tangan layaknya seorang tawanan yang menyerah. Sebab kami teringat akan perkataan pemandunya, angkat tangan sebagai tanda kepada kera tersebut bahwa kami tidak memiliki makanan. Padahal pemandunya sendiripun berusaha juga mengusir kera-kera tersebut agar tidak mendekati kami tetapi masih saja mereka menghadang jalan.

Sayup terdengar pemandunya mengatakan “Kera yang betina itu yang memiliki brewok dimukanya sedangkan yang jantan tidak ada.” Namun karena sudah takut didekati oleh kera-kera tersebut, penjelasannya tidak jadi dilanjutkan. Menyenangkan dan ada lucunya ketika sampai dibus hal ini malah jadi bahan tertawaan karena tingkah kami saat mengangkat tangan mengikuti apa yang dikatakan oleh pemandu tersebut.

Sebenarnya masih banyak yang ingin dijelajahi dari semua yang ditawarkan oleh cagar alam Pangandaran , namun belum dapat kami lakukan. Setidaknya ada kenangan yang dapat dibawa setelah menyusuri , melihat dan mengenal setiap kegelapan dan isi goa dan situs peninggalan Kerajaan Pangadaran. Mungkin di lain hari ada cerita lain dari tanah Pangandaran.

Pangandaran, 06 Maret 2011

Veronica Setiawati