Kraukk.com

728 x 90

Sunday, October 07, 2012

Mari Berkenalan Dengan Negeri Khayangan.


Dieng itu selain udaranya dingin dan tempatnya tenang banget, ternyata menyimpan budaya yang kental. Aku sampai berfikiran kalau bisa tinggal di tempat ini karena bisa buatku lupa akan Jakarta. Tempat yang juga mempunyai arti daerah pegunungan dimana para dewa  dan dewi bersemayam, mempunyai candi-candi peninggalan Hindu yang menawan dan misterius.

Kompleks Candi Arjuna
Bila tiba di Dieng, tidak lengkap rasanya bila belum menikmati sajian kuliner khas tempat tersebut, yakni Mie Ongklok. Unik ya namanya dan rasanya pun juga. Kalau memperhatikan cara memasak dan disajikan kepada aku dan teman-teman juga berbeda dari mie yang ada di Jakarta.

Mie kuning seperti mie ayam yang umum dijual diJakarta itu di rebus tetapi memakai alat bantu sehingga mie tersebut nanti dengan mudah ditiriskan dan siap disaji. Alat bantu merebus mie itu terbuat dari anyaman bambu, bulat menyerupai mangkok kecil dan disambung dengan batang bambu yang kecil. Aku membayangkan melihat alat tersebut seperti alat untuk menyerok ikan di got, sewaktku kecil hehe..

Setelah mie tersebut matang, sebelum dihidangkan akan di “Ongklok” yang berarti di kocok atau di tiriskan sampai air rebusan yang sudah dibumbui tidak ada sama sekali. Nah, itulah mengapa mie tersebut disebut “Mie Ongklok”. Lainnya, karena berbeda saat dihidangkan. Mie tersebut di tambah dengan kuah yang kental dan ditambahkan daging ayam serta sate beserta kerupuknya. Untuk mengisi kekosongan perut saat berada di udara dingin hmm… boleh lah.

Lalu bila sudah berada di Dieng akan menginap dimana? Aku melihat banyak rumah penduduk yang dijadikan tempat menginap dan harganya relatif murah. Dan tidak pula kawatir soal tempat makan, karena banyak dijumpai termasuk bila ingin dapat uang cash tanpa harus ke ATM. Caranya? Belanja sesuatu di Indomaret dan ambil tunai dengan debit hehe…

Malam hari di Dieng sangatlah dingin menusuk tulang. Kaki menyentuh lantaipun sudah tidak mau aku rasakan. Karena efek dari udara dingin adalah ke kaki menjadi keram dan itu sangat menganggu sekali buatku. Tapi walaupun merasakan amat sangat dinginnya, untuk mandi itu wajib. Ternyata seger banget loh.

salah satu candi - doc pribadi
Seperti yang aku katakan sebelumnya, Dieng memiliki satu komplek atau kawasan candi yang luas. Lokasinya pun tidak jauh dari tempat penginapan dan dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Sambil menikmati suasana Dieng yang sejuk, aku mengamati ladang-ladang warga yang berada di sepanjang jalan menuju pintu masuk kawasan candi. 

Umumnya para warga menanam kentang dan memang hampir seluruh tempat di Dieng akan terlihat ladang kentang. Iseng-iseng aku bertanya, kemana saja para warga ini menjual hasil panen kentang dan jawabannya beragam ada yang dibuat dinikmati sendiri atau di jual ke luar kota seperti Jakarta dan Kalimantan. Selain kentang, ada juga Carica. Sperti pohon pepaya tetapi lebih kecil buahnya dari pepaya. Biasanya buah tersebut dibuat manisan. Ada juga pohon Kemar atau disebut juga Terong Belanda. 

Kawasan candi Dieng yang dikenal dengan Komplek Candi Arjuna, mempunyai pemandangan yang sangat cantik. Perbukitan disekitar candi seperti memasuki sebuah kerajaan pewayangan yang terlupakan. Selain lima candi yang masih berdiri tegak , terdapat juga beberapa lokasi dari reruntuhan candi. Menurut seorang pemandu , bernama bapak Sumar, dikatakan kompleks candi Hindu yang tertua di Jawa. Di sini pun dapat menikmati indahnya matahari pagi berwarna keperakan.

Berada di Kompleks Candi Arjuna serasa berada dalam dunia pewayangan. Cerita dan tokoh pewayangan seakan nyata dengan beberapa lokasi yang disini. Menurut bapak Sumar, pemandu yang juga penduduk lokal , sudah diberitahukan sebelumnya bila saat mengambil foto ternyata ada penampakan pada hasil gambar ataupun melihat sesuatu dari tempat ini, jangan panik atau takut. Dan mengenai hal itu juga terjadi dengan beberapa temanku dengan ditemani bapak pemandunya. Mereka datang pada malam hari ke pelataran kompleks candi ini dan melihat pertunjukan sendratari dan ternyata disalah satu candi mereka melihat “sesuatu” berbentuk tarian kuda lumping dalam sekejab kemudian menghilang.

Di luar hal tersebut, Kompleks Candi Arjuna juga dijadikan tempat ritual dari pemotongan rambut gimbal anak-anak kecil yang ada di Dieng. Sebelumnya , dari penuturan seorang warga, lokasi ritual ada di goa dekat Telaga Warna. Namun, karena lokasi tempat yang tidak memungkinkan akhirnya dipindahkan ke Kompleks Candi Arjuna. Sayangnya, ritual pemotongan rambut gimbal tersebut sudah lewat beberapa bulan.

Rambut gimbal yang tumbuh di rambut anak-anak kecil, baik anak lelaki atau perempuan, bukan karena disengaja tetapi memang tumbuh menjadi gimbal dengan sendirinya. Dan itu adalah sebuah tradisi turun temurun dan pasti ada dibeberapa keluarga yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Uniknya, pada saat tradisi dilakukan, permintaan dari anak yang rambut gimbalnya ini akan dipotong bila tidak dipenuhi oleh orangtuanya maka rambutnya akan kembali gimbal pada saat ruwatan.

lokasi mata air bimo lukar - doc pribadi
Menurut cerita dari bapak Sumar, permintaan anak-anak ini spontan diucapkan bahkan ada yang pernah meminta dari orangtuanya Topeng Reog yang asli ( kalau tidak salah denger neh ), tetapi belum dapat dipenuhi karena topeng tersebut ada di museum di Jakarta. Dan sampai sekarang, rambut anak tersebut tetap gimbal. 

Bapak Sumar sendiri, mengakui diapun pernah mengikuti ritual potong rambut gimbal sewaktu kecil, tetapi waktu itu permintaannya adalah ikan asin, untunglah dengan kondisi keuangan yang cukup akhirnya permintaannya dapat dikabulkan dan rambutnya menjadi lurus sampai sekarang dan tidak gimbal lagi.Permintaan anak-anak tersebut menurutnya bukan sembarang permintaan melainkan roh-roh leluhurlah yang meminta dari anak-anak tersebut. Bila ada waktu dan kesempatan bisa melihat ritual pemotongan rambut gimbal anak-anak Dieng tersebut.

Tidak jauh dari candi, terdapat juga sebuah mata air yang keluar dari batu purba. Lokasinya dapat ditempuh dengan berjalan kaki saja. Menurut ceritanya tempat mata air ini adalah tempat Sang Bima Sena membersihkan diri. Oleh sebab itu dinamakan Tuk Bimo Lukar. Konon katanya mata air ini dapat menjadikan awet muda atau menjadi “Siro Ayu atau Serayu” apabila ada seseorang mencuci mukanya dari mata air tersebut. Bila ingin mencobanya silakan saja.

Oh ya, tidak jauh dari tempat cuci muka ini, ada sebuah benda cagar budaya yang mungkin belum banyak diketahui setiap orang yang datang ke Dieng. Benda Cagar budaya tersebut adalah Batu Kelir yang diyakini adalah sebuah bangunan menyerupai candi atau menyerupai benteng, entahlah. Bagiku ketika melihatnya, bangunan itu seperti bangunan yang setengah jadi, bersusun dari batu-batu seukuran batako dan sudah ditumbuhi rerumputan. 

Menyelamatkan cagar budaya bangsa sendiri , penting sekali ternyata agar suatu hari segala keunikan yang dimiliki tersebut tidak hilang begitu saja dan dapat diceritakan betapa kayanya negeri ini akan budaya dan peninggalan sejarah yang tak ternilai.


Veronica Setiawati
@Dieng 
*dalam perjalanan bersama Photopacker Photopackers*

No comments:

Post a Comment

Hi all,
thanks for reading my post and give me some comments here.. :D