Marunda saat ini sedang naik daun, karena pemerintah DKI
Jakarta tengah memperbaiki tata kota wilayah di utara kota Jakarta ini.
Sepanjang perjalanan mungkin terasa gersang. Yahh memang karena wilayah ini
sangat dekat dengan laut. Bahkan perluasan pelabuhan tengah dilakukan saat ini.
Karena wilayah Marunda dekat dengan
laut maka tentu akan dijumpai kawasan desa nelayan, dimana dapat dilihat penduduk
nelayan yang sederhana dengan tempat tinggal yang dari bambu dan kayu, jauh
dari kesan mewah. Bahkan pemandangan para nelayan yang sedang menjala
ikanpun dapat dilihat disini. Tempat makan yang menghidangkan khas
makanan laut dengan posisi menghadap ke pesisir pantai pun dapat dijumpai.
Lebih uniknya lagi, pada saat saya
berkunjung ke pesisir utara Jakarta ini , ternyata di sekitar Marunda ini
terdapat situs sejarah yang terkenal, yakni Rumah Si Pitung. Bagi masyarakat
betawi pada masanya tentu nama Si Pitung ini tidaklah asing bagi telinga
mereka. Tokoh pembela rakyat kecil yang disebut sebagai pahlawan mereka dari
penjajahan Belanda.
Rumah Si Pitung, adalah sebuah rumah
panggung terbuat dari kayu dan bentuknya memanjang. Walaupun sekarang sudah
mengalami renovasi pada bagian dasarnya , namun bentuk bagunan inti dari rumah
ini tidak lah mengalami perubahan. Beberapa anak tangga dari kayu yang
digunakan sebagai jalan masuk menuju pintu utama masih tetap terjaga. Dan
disarankan bagi para pengunjung yang akan menaiki anak tangga untuk memasuki
rumah tersebut dibatasi lima orang saja.
Mungkin banyak orang yang datang
melihat Rumah Si Pitung ini akan bertanya, termasuk dengan saya juga, kenapa
disebut rumah si Pitung? Apakah benar Si Pitung yang selalu lolos dari incaran
penjajah Belanda ini benar tinggal disini? Nah, untuk itulah saya datang
“blusukan”.
Dari berbagai sumber di dapat ,
termasuk ketika mengikuti kegiatan Jelajah Kota Tua bersama Komunitas Jelajah
Budaya, dari situlah saya mengetahui bahwa Rumah Si Pitung yang sekarang
menjadi situs sejarah ini dahulu sering di datangi oleh Si Pitung. Dan
karena SK Gubernur DKI Bpk Ali Sadikin yang menjadikan Rumah Si Pitung
ini sebagai salah satu tempat cagar budaya. Beruntung kita punya salah
satu pemimpin yang masih perduli dengan situs sejarah dan tidak meruntuhkan
pada masa pemerintahannya. Jadi masyarakat Betawi khususnya dapat mengenal
bahwa ternyata punya sosok pahlawan.
Di dalam Rumah Si Pitung dapat
dibaca kisah dari perjalanannya yang mengalami “broken home” dan menjalani
hidupnya sebagai seorang peternak. Uniknya selain membantu mencari nafkah untuk
ibunya, Si Pitung ini juga mencuri untuk mencukupi kebutuhan rakyat miskin
disekitarnya. Dan terakhir dikisahkan diusianya yang masih muda , sekitar usia
28 tahunan, ia menghembuskan nafas yang terakhir. Ia di tangkap dan di
tembak oleh penjajah Belanda karena penghianatan dari beberapa rekannya. Semoga
semangat perjuangannya untuk membantu sesamanya yang kekurangan dapat ditularkan
kepada generasi anak bangsa selanjutnya.
Oiaaaa, soal Rumah Si Pitung banyak
yang unik loh dari perabotan rumah, ukiran, furniture yang dipasang di
dalamnya. Mata seakan dimanjakan dan memory pengunjung seperti saya yang baru
pertama kali datang , seakan dibawa ke masanya dahulu. Dinding yang tebuat dari
kayu dan beberapa besi tua sebagai penyangga serta semilir angin laut
dapat membuat betah berlama-lama menikmati kesederhanaan rumah yang bercat
coklat ini.
Rumah yang bentuk memanjang ini
mempunyai beberapa ruang. Beranda atau teras tepat ketika menaiki anak tangga.
Kursi , meja, kaca hias tempo dulu yang menempel di dinding dapat dengan jelas
dilihat. Kemudian ruang tengah atau ruang tamu. Dan beberapa lukisan serta
pigura dari perjalanan riwayat Si Pitung terpajang untuk dibaca. Kemudian ada
kamar tidur lengkap dengan meja untuk berdandannya. Lalu bagian ruangan tempat
berkumpul untuk makan bersama , lalu ruangan dapur lengkap dengan peralatan
dapur yang masih memakai tungku dan terakhir adalah ruang teras belakang.
Rumah tersebut di dalam satu area
yang dipagari dengan tembok. Sekarang selain rumah panggung si Pitung , juga
dibangun dua buah bangunan yang serupa. Mungkin digunakan sebagai tempat
penjualan hasil karya dari desa atau penduduk disekitar Pantai utara Kota
Jakarta tersebut. Sehingga situs budaya sejarah yang sudah ada tetap lestari
dan setiap orang yang datang dapat memperoleh cinderamata atau karya atau
pengetahuan sejarah yang baru mengenai Rumah Si Pitung atau lebih lagi mengenai
wilayah Marunda yang dahulu di kenal sebagai Marunda Kelapa.
Kan, asyik juga gaul yah , sudah lahir di Jakarta dan tinggal lama di Ibukota eeh, tidak kuper untuk mengenal sejarahnya,.. Itu baru generasi top..Nantikan oleh-oleh perjalanan saya yang lain dari Marunda ;d
Kan, asyik juga gaul yah , sudah lahir di Jakarta dan tinggal lama di Ibukota eeh, tidak kuper untuk mengenal sejarahnya,.. Itu baru generasi top..Nantikan oleh-oleh perjalanan saya yang lain dari Marunda ;d
No comments:
Post a Comment
Hi all,
thanks for reading my post and give me some comments here.. :D