Kraukk.com

728 x 90

Friday, January 21, 2011

Gereja Sion Dan Kawasan Kota Tua Disekitarnya

Selain mengenal Kampung Pecah Kulit, saya diperkenalkan juga oleh Komunitas Jelajah Budaya tempat-tempat yang bersejarah lainnya. Awal perkenalan saya adalah dengan sebuah gedung Bank Mandiri yang kantornya masih aktif sampai sekarang. Tidak masuk ke dalam gedung, tetapi diluar gedungnya saja tepatnya persis disebelah halte bus transjakarta Kota.

Di jelaskan disana, pada masa pemerintahan Belanda , banyak dibangun gedung yang menjadi tempat penyimpanan uang/bank untuk para warganya yang ada di Batavia. Termasuk salah satunya adalah Kantor Nederlandsche Handel Mastchappij ( NHM ) yang dibangun pada tahun 1929 dan diresmikan tanggal 14 Januari 1933 oleh Dr. C.J.K van Aaalst , presiden NHM ke-10. Mereka yang hendak menyimpan uangnya , dahulu melakukannya dengan melewati kalibesar sebagai jalur transportasi yang murah , cepat dan vital. Karena daerah diseberang kalibesar hanya dipergunakan sebagai kawasan pergudangan.

Selanjutnya perjalanan jelajah kota tua ini, saya lanjutkan melewati Stasiun Jakarta Kota atau lebih dikenal dengan sebutan Stasiun Beos yang memiliki arsitetur bangunan yang menarik dan merupakan salah satu cagarbudaya. Nama Beos sendiri terdapat beberapa versi. Pertama, berasal dari kependekan kata Batavia Ooster Spoorweg Maatschapij ( BOSM = Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur ). Versi lain kata Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken yang artinya Batavia dan sekitarnya, dimana stasiun yang menghubungkan stasiun lain seperti Bekassie ( Bekasi ) , Buitenzorg ( Bogor ) , Parijs van Java ( Bandung ), Karavam ( Karawang ) dll. Perancang Stasiun ini adalah seorang arsitek Indo-Belanda kelahiran Tulungagung,8 September 1882 , bernama Frans Johan Louwrens Ghijsels. Secara resmi digunakan pada tanggal 8 Oktober 1929. Acara peresmiannya dilakukan dengan penanaman kepala kerbau di dalam ruangan gedung dan satunya lagi di tengah jalan antara stasiun dan tugu jam.

Tidak jauh dari stasiun kota , ada sebuah gereja tua yang berada diujung jalan Jayakarta yakni Gereja Sion. Gereja sion adalah salah satu gereja tua yang ada di kota Jakarta dan salah satu cagarbudaya yang dilindungi. Padahal sering sekali dilewati karena terletak di tepi jalan raya namun hanya bersama Komunitas Jelajah Budaya inilah saya pertama kalinya memasuki gereja tersebut.

Halamannya luas dan terdapat beberapa makam seperti makam yang ada di Museum Taman Prasasti. Bentuknya memanjang , tiap sudutnya ada handle yang berbentuk lingkarang terbuat dari besi yang kuat dan kalau diperhatikan ada nomornya juga diatas makam tersebut. Menurut, salah seorang jemaat gereja yang menjadi narasumbernya, mengatakan halaman ini dahulunya merupakan tempat makam dan luas sampai ke sebrang jalan. Tetapi sejak tahun 1960, makam-makam tersebut dipindahkan ke pemakaman yang ada di Tanah Abang ( Museum Prasasti ) karena makam-makam tersebut diperluas menjadi halaman untuk parkir gereja. Sekarang hanya terdapat 13 makam. Dahulu, makam-makam yang ada di halaman gereja tersebut menjadi symbol dari tingkatan sosial. Karena yang dimakamkan dihalaman gereja tersebut dari berbagai tingkatan sosial. Ada seorang Gubernur Jendral tetapi ada juga rakyat biasa.

Gereja Sion ini dibangun dengan 10.000 tiang kayu pilihan dan setelah selesai pembangunannya digunakan oleh Mardjiker atau orang Portugis yang dimerdekakan. Gereja Sion merupakan Gereja Portugis yang dibangun oleh Belanda untuk orang-orang Portugis yang menjadi tawanan VOC, setelah Portugis tidak berkuasa lagi diwilayah jajahannya. Awalnya gereja ini bernama Portugese Buitenkerk yang artinya Gereja Portugis diluar tembok pemerintahan kota Batavia. Lambat laun, gereja ini digunakan oleh Belanda sedangkan warga Mardjiker tersebut dipindahkan ke Kampung Tugu.

Lalu Gereja Sion dikelola oleh GPI ( Gereja Prostestan di Indonesia ). Karena wilayah pelayanan GPI pada bagian barat di Indonesia, maka pada tahun 1957 pada persidangan sinode, Gereja Portugis ini berubah menjadi nama GPIB Jemaat Sion. Nama Sion sendiri berasal dari bahasa Ibrani yang berarti sebuah bukit yang menjadi lambang keselamatan.

Selain itu dijelaskan juga oleh narasumber gereja ini ,bahwa perkembangan awal gereja portugis ini berasal dari Indonesia bagian timur terutama di Maluku, Sulawesi ke bagian utara dan Nusa Tenggara Timur . Ada sebuah kisah dimana,pada masa penjajahan Jepang, Gereja Sion ingin dijadikan tempat penyimpanan abu tentara Jepang yang gugur. Tetapi keinginan tersebut tidak terjadi dan Gereja Immanuel yang dipakai untuk menyimpan abu.

Bangunan Gereja Sion ini sangat unik. Bentuknya seperti kotak jika diperhatikan dan sederhana. Menurut salah seorang jemaat Gereja ini tidak mengalami perubahan apapun termasuk interiornya. Pintu masuk hanya satu dengan dua buah daun pintu yang lebar dan diapit dua buah tiang yang kokoh.Diatasnya tertulis usia dari Gereja Sion dan diatas tulisan terdapat salib yang besar. Kiri dan kanan pintu masuk, terdapat dua buah jendela ,simetris serta di ujung atas jendela terdapat symbol hati / love.
Bagian dalam gereja , terdapat beberapa kursi berukiran sangat bagus berwarna hitam.

Masih kokoh dan awet padahal usianya sudah ratusan tahun. Bagian belakang , masih di dalam gereja, terdapat sebuah prasasti peringatan mengenai cerita lengkap pemberkatan gereja ini yang tertulis dalam Bahasa Belanda dan masih bisa dilihat didinding gereja. Gereja Sion dibangun hampir dua tahun dan peletakan batu pertamanya dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 1693 oleh Pieter van Hoorn atas perintah Ketua Dewan Gereja Joan van Hoorn, yang kemudian hari menjabat sebagai Gubernur Jendral VOC ( 1704 – 1709 ). Gereja tersebut kemudian diresmikan oleh Pendeta Theodorus Zas pada tanggal 23 Oktober 1695 pada hari Minggu.

Persis di sebelah prasasti gereja, terdapat sebuah tangga menuju sebuah balkon yang disangga empat tiang. Ternyata diatas sana itu ada sebuah alat musik orgen atau orgen seruling . Ketika saya bertanya dengan salah seorang jemaat disana, ternyata alat musik itu masih digunakan. Orgen tersebut merupakan pemberian seorang puteri pendeta bernama John Maurits Moor.

Selain itu , mimbar yang terdapat di Gereja SIon unik sekali seperti mahkota raja. Mimbar yang bergaya Barok, bertudung kanopi dan dua tiang penyangga dan empat tonggak perunggu. Kalau diperhatikan, terdapat jejeran bangku-bangku yang menghadap bangku jemaat yang di bagian tengah. Dahulunya , ditempat itu adalah tempat duduknya para bangsawan Belanda ketika mengikuti ibadat di dalam gereja ini. Tiang-tiang penyangga gedung gereja ini sangat kokoh termasuk juga kayu-kayu yang ada di atap gereja. Warna – warna seperti coklat, hitam dan krem membuat tempat ini terlihat sederhana tetapi menarik.

Bagian belakang gedung, terdapat sebuah lonceng. Entah masih berfungsi atau tidak, penyangganya terbuat dari kayu dan ditarik dengan seutas tali. Kalau menurut saya, fungsinya sebagai tanda untuk memulai ibadat ataupun sebagai tanda kedatangan jenasah, sebab halaman gereja dulunya merupakan sebuah makam.

Jakarta, 16 januari 2011
Veronica Setiawati
http://g1g1kel1nc1.blogspot.com
mail to : g1g1kel1nc1@yahoo.com.au
Fage Facebook : Catatan Perjalanan
*thanks to : Komunitas Jelajah Budaya*

1 comment:

  1. keren usy....
    saya suka bangunan greja sion..
    buat tambah2 referensi dsign saya...
    join balik yah...
    mampir ke blog saya...
    thankss....

    http://mollucasdesign.wordpress.com/

    ReplyDelete

Hi all,
thanks for reading my post and give me some comments here.. :D