
Di jelaskan disana, pada masa pemerintahan Belanda , banyak dibangun gedung yang menjadi tempat penyimpanan uang/bank untuk para warganya yang ada di Batavia. Termasuk salah satunya adalah Kantor Nederlandsche Handel Mastchappij ( NHM ) yang dibangun pada tahun 1929 dan diresmikan tanggal 14 Januari 1933 oleh Dr. C.J.K van Aaalst , presiden NHM ke-10. Mereka yang hendak menyimpan uangnya , dahulu melakukannya dengan melewati kalibesar sebagai jalur transportasi yang murah , cepat dan vital. Karena daerah diseberang kalibesar hanya dipergunakan sebagai

Selanjutnya perjalanan jelajah kota tua ini, saya lanjutkan melewati Stasiun Jakarta Kota atau lebih dikenal dengan sebutan Stasiun Beos yang memiliki arsitetur bangunan yang menarik dan merupakan salah satu cagarbudaya. Nama Beos sendiri terdapat beberapa versi. Pertama, berasal dari kependekan kata Batavia Ooster Spoorweg Maatschapij ( BOSM = Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur ). Versi lain kata Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken yang artinya Batavia dan sekitarnya, dimana stasiun yang menghubungkan stasiun lain seperti Bekassie ( Bekasi ) , Buitenzorg ( Bogor ) , Parijs van Java ( Bandung ), Karavam ( Karawang ) dll. Perancang Stasiun ini adalah seorang arsitek Indo-Belanda kelahiran Tulungagung,8 September 1882 , bernama Frans Johan Louwrens Ghijsels. Secara resmi digunakan pada

Tidak jauh dari stasiun kota , ada sebuah gereja tua yang berada diujung jalan Jayakarta yakni Gereja Sion. Gereja sion adalah salah satu gereja tua yang ada di kota Jakarta dan salah satu cagarbudaya yang dilindungi. Padahal sering sekali dilewati karena terletak di tepi jalan raya namun hanya bersama Komunitas Jelajah Budaya inilah saya pertama kalinya memasuki gereja tersebut.


Gereja Sion ini dibangun dengan 10.000 tiang kayu pilihan dan setelah selesai pembangunannya digunakan oleh Mardjiker atau orang Portugis yang dimerdekakan.

Lalu Gereja Sion dikelola oleh GPI ( Gereja Prostestan di Indonesia ). Karena wilayah pelayanan GPI pada bagian barat di Indonesia, maka pada tahun 1957 pada persidangan sinode, Gereja Portugis ini berubah menjadi nama GPIB Jemaat Sion. Nama Sion sendiri berasal dari bahasa Ibrani yang berarti sebuah bukit yang menjadi lambang keselamatan.

Selain itu dijelaskan juga oleh narasumber gereja ini ,bahwa perkembangan awal gereja portugis ini berasal dari Indonesia bagian timur terutama di Maluku, Sulawesi ke bagian utara dan Nusa Tenggara Timur . Ada sebuah kisah dimana,pada masa penjajahan Jepang, Gereja Sion ingin dijadikan tempat penyimpanan abu tentara Jepang yang gugur. Tetapi keinginan tersebut tidak terjadi dan Gereja Immanuel yang dipakai

Bangunan Gereja Sion ini sangat unik. Bentuknya seperti kotak jika diperhatikan dan sederhana. Menurut salah seorang jemaat Gereja ini tidak mengalami perubahan apapun termasuk interiornya. Pintu masuk hanya satu dengan dua buah daun pintu yang lebar

Bagian dalam gereja , terdapat beberapa kursi berukiran sangat bagus berwarna hitam.
Masih kokoh dan awet padahal usianya sudah ratusan tahun. Bagian belakang , masih di dalam gereja, terdapat sebuah prasasti peringatan mengenai cerita lengkap pemberkatan gereja ini yang tertulis dalam Bahasa Belanda dan masih bisa dilihat didinding gereja. Gereja Sion dibangun hampir dua tahun dan peletakan batu pertamanya dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 1693 oleh Pieter van Hoorn atas perintah Ketua Dewan Gereja Joan van Hoorn, yang kemudian hari menjabat sebagai Gubernur Jendral VOC ( 1704 – 1709 ). Gereja tersebut kemudian diresmikan oleh Pendeta Theodorus Zas pada tanggal 23 Oktober 1695 pada hari Minggu.

Persis di sebelah prasasti gereja, terdapat sebuah tangga menuju sebuah balkon yang disangga empat tiang. Ternyata diatas sana itu ada sebuah alat musik orgen atau orgen seruling . Ketika saya bertanya dengan salah seorang jemaat disana, ternyata alat musik itu masih digunakan. Orgen tersebut merupakan pemberian seorang puteri pendeta bernama John Maurits Moor.
Selain itu , mimbar yang terdapat di Gereja SIon unik sekali seperti mahkota raja. Mimbar yang bergaya Barok, bertudung kanopi dan dua tiang penyangga dan empat tonggak perunggu. Kalau diperhatikan, terdapat jejeran bangku-bangku yang menghadap

Bagian belakang gedung, terdapat sebuah lonceng. Entah masih berfungsi atau tidak, penyangganya terbuat dari kayu dan ditarik dengan seutas tali. Kalau menurut saya, fungsinya sebagai tanda untuk memulai ibadat ataupun sebagai tanda kedatangan jenasah, sebab halaman gereja dulunya merupakan sebuah makam.
Jakarta, 16 januari 2011
Veronica Setiawati
http://g1g1kel1nc1.blogspot.com
mail to : g1g1kel1nc1@yahoo.com.au
Fage Facebook : Catatan Perjalanan
*thanks to : Komunitas Jelajah Budaya*
keren usy....
ReplyDeletesaya suka bangunan greja sion..
buat tambah2 referensi dsign saya...
join balik yah...
mampir ke blog saya...
thankss....
http://mollucasdesign.wordpress.com/