Kraukk.com

728 x 90

Tuesday, January 19, 2016

City Tour

Hari Minggu , langit cerah perjalanan city tour dimulai dari kawasan Monumen Nasional.  Oh iya, kalah nama itu kan orang banyak tidak paham, mereka lebih mengenal dengan kata singkat yakni MONAS.
 
Tepatnya saya menunggu di halte dekat jembatan penyembrangan. Hmm.. Teparnya sih, disebrang gedung kementrian pariwisata yang ada patung kereta kuda Arjuna itu. Nah disitu kan ada halte yah? Halte itu yang digunakan untuk menunggu kedatangan bus tingkat ini.
 
 
Ternyata banyak keluarga yang juga menunggu kedatangan bus tingkat. Sebenernya keberadaan bus tingkat ini sudah lama menghiasi jalanan protokol ibukota Jakarta.
 
 
Tetapi, buat saya ini pertama kalinya saya mencoba keliling kota alias city tour dengan bus ini. Sssttt.. Asal tahu aja ya, bus tingkat ini ditunggu banyak penumpangnya karena memang gratiz.
 
 
Upss.. Kenek perempuan cantim keluar dari dalam dan menjelaskan bahwa bus tingkat tersebut hanya sampai stasiun kota. Saya sepakat dengan Mba cantik itu yang tegas dengan para penumpang yang maunya berebutan masuk untuk kursi kosong.  Saya duduk dekat jendela di atas. Lumayan lah ada AC dan full music. Perjalanan city tour saya dimulai dari Monas menuju Bundaran HI. 
 
 
Seperti yang banyak diketahui dari berita akhir-akhir ini, Jakarta kedatangan "tamu" tidak diundang. Mereka sempat melancarkan aksi teror bomnya di lokasi yang ternyata juga dilewati oleh bus tingkat ini. Orang-orang masih berkerumun di dekat lokai pemboman , tepatnya di depan jalan Thamrin depan Burger King.
 
 
Kondisi lokasi yang sempat mencekam akibat juga adanya penembakan antara Polisi dan para teroris, ternyata masih menjadi tontonan para warga yang ingin melihat dari dekat. Beberapa karangan bunga turut berduka cita terpajang di depan Restaurant cepat saji ini. Dan beberapa bagian dari lokasi yang hancur juga sudah ditutup dengan papan.
 
 
Bus terus melaju di pusat ibukota ini sampai menuju Bunderan HI. Tidak ada aktivitas satupun di depan monumen putra putri yang  menyambut para warga kota Jakarta ini. Biasanya disini cukup ramai dengan beberapa demo masyarakat, ormas ataupun lembaga masyarakat mengenai kondisi negara ini dan lain-lain.
 
 
Kondisi lalu lintas pun ramai lancar , seperti tidak pernah terjadi apapun. Tetapi, mata saya sempat melirik beberapa tempat yang mulai diperketat kembali pemeriksaan tamu atau mobil yang akan masuk ke dalam gedung.
 
 
Di Bundaran HI ini bus ini memutar arah kembali untuk melanjutkan perjalanannya. Kembali melintasi jalan Thamrin yang sedang dalam renovasi untuk jalur kereta bawah tanah.  Kemudian kembali melewati kawasan Monas dan menuju kawasan Duta Merlin.
 
 
Ketika memasuki kawasan jalan Gajah Mada , lalu lintas kendaraan semakin padat merayap. Tetapi saya tidak merasakan bosan di dalam bus tingkat tersebut. Karena memang tidak ada satu penumpang pun yang tidak ada yang berdiri dan tidak pengap atau bau. Beberapa halte yang tertulis City Tour , bus tingkat ini selalu berhenti untuk menaikan atau menurunkan penumpang. Dan terakhir perjalanan bus tingkat ini adalah di depan Museum Mandiri - Jakarta Kota.
 
 
 
Oh ya, kan karena saya memulai perjalanan ini dengan bus tingkat city tour ini, maka saya juga mengakhiri perjalanan pulang dengan bus ini lagi. Untuk di Jakarta Kota dapat menunggu di halte BNI 46. Nah, menunggu manis dan sabar sambil menyeruput air mineral akhirnya bus gratis untuk wisata keliling Jakarta itu pun datang. Berebutan dengan penumpang lain yang juga berambisi untuk dapat tempat duduk, akhirnya saya mengalah duduk di bawah saja.
 
 
 
Saya memperhatikan kondisi busnya kali ini. Mata saya menyisir beberapa tempat di bawah kolong kursi, tangga, AC mobil. Dan memang bersih dan nyaman. Supirnya perempuan juga dan tidak membawa bus dengan ugal-ugalan. Tertib lalu lintas deh.
 
 
Melewati jalan Hayam Wuruk berbelok ke arah Juanda dan sempat berhenti di beberapa halte. Dan tentu saja si Mba cantik yang membantu tugas supir ini menerangkan perbehentian terakhir bus ini adalah di Monas. Kemudian berhenti di halte Pasar Baru.
 
 
Sayang sih, sewaktu ikut keliling bersama dengan bus tingkat ini serasa ikut naik bus gratis saja dan tidak mendengar adanya informasi mengenai kota Jakarta dan sejarah dari gedung atau wilayah tempat-tempat yang dilalui bus ini. Jadi, saya seperti naik bus umum saja yang membedakannya adalah saya tidak bayar hehehe.. Semoga saja bus tingkat ini tetap menjadi bus pariwisata kota Jakarta dan bukan beralih fungsi menjadi bus umum.
 
 
Enjoy Jakarta!
Jangan takut keliling Jakarta...
 
 
Salam berkelana,
 
veronica setiawati
 
 
 
 

Sunday, September 14, 2014

Pantai Cantik Itu Adalah Tanjung Papuma

Sewaktu saya ke Jember, saya diberi oleh-oleh teman saya sebuah pesiar. Saya tidak tau kemana teman saya yang sudah bekeluarga ini mengajak saya pesiar. Akhirnya tanpa banyak bertanya , saya ikut mereka yang telah menyiapkan satu motor lagi untuk saya. "Waah mau diajak kemana neh."  batin saya diam-diam.

reklame selamat datang ( doc pribadi )
Setelah perjalanan cukup jauh melewati kota Jember yang padat lalu lintas, lalu tibalah pada sebuah tempat yang membuat mata saya hampir copot. Dan tanpa sadar berteriak ke arah teman saya yang sudah cengar cengir sambil menganggukan kepala melihat saya. "HAA.. Tanjung Papuma ?"  Tapi saya heran juga sih , karena di balik daerah pebukitan itu ternyata ada sebuah pantai yang cantik, laksana kembang desa tercantik dan menjadi tujuan hati para pria.


Tanpa buang waktu, kami segera melaju motor masing-masing menyusuri jalan untuk sampai di pantai cantik itu. Wah ternyata kami melewati ladang jagung , tembakau dan hutan jati yang telah kering. Sempat putus asa sih , lalu dimana pantainya?
Pohon jati dan ladang ( doc pribadi )


 Tetapi kami masih menuju lokasi untuk bisa masuk ke pantai. Dan sampailah kami di sebuah jembatan , dimana disini merupakan  jalan pintu masuk untuk menuju pantai. Di sini kami berhenti dahulu untuk membayar tiket masuk pantai. 

jembatan sebagai pintu masuk ( doc pribadi )

harga tiket masuk ( doc pribadi )

 Dan samar-samar dibalik rimbunan pohon saya melihat laut yang biru dan pemandangan yang cantik.. Aaahh itu dia pantainya. Tidak sabar rasanya untuk lepas dari motor dan berlari ke arah pantainya. "Dari atas saja sudah terlihat cantik!" batin saya.


Ketika sudah tiba dekat pantai , dekat bibir pantai ada sebuah rumah ibadat Wihara yang menghadap ke laut, yakni Wihara Sri Wulan. Dan tidak jauh dari dari tempat di mana Wihara ini berdiri, saya melihat jejeran perahu nelayan berwarna warni. Semakin membuat meriahnya birunya laut dengan warna warni perahu mereka.
perahu nelayan yang bersandar ( doc. pribadi)
wihara sri wulan ( doc pribadi )

Perjalanan kami bukan berhenti di sini , melainkan berjalan ke atas lagi. Begitu selesai parkir motor, saya langsung berlari ke arah bibir pantai. Wooow , its amazing! Luar biasa indah pantainya. Tebing dan ombak yang menghantam menjadi pemandangan yang indah. Pasir putih yang lembut serta pantai ini begitu sepi , mungkin dapat di gunakan untuk berjemur diri. Apalagi nun jauh tepat di hadapan saya, ada seseorang , entah mencari apa, dekat batuan besar itu. Tidak takut dengan ombak yang datang.
batuan besar tepi pantai (doc pribadi)







indahnya pantai papuma (doc pribadi)



Memang pantaslah kalau pantai ini banyak dicari para pelancong karena memang kecantikannya. Kamera saya pun tak akan mampu menampung keindahan ini dalam foto-foto yang saya tampilkan. Karena hanya terbatas yang bisa saya sampaikan dari kecantikan dan keindahan pantai alami yang meneduhkan hati ini ini.


Pantai cantik itu adalah  Papuma ( doc pribadi )


Tetapi bila semakin banyak orang yang datang ke sini, apakah kelestarian alam dan kebersihan tempat seindah ini akan tetap sama? Entahlah, semoga pengelola pantai ini tidak hanya sekedar mencari uang dari para pendatang dan para pendatang seperti saya , juga dapat membantu untuk tidak merusak keindahan Pantai Papuma. Semoga saja...


salam
veronica setiawati

Saturday, September 13, 2014

Melaju Ke Kampung Tugu



Masih cerita perjalanan saya menuju Marunda yang berada di kawasan Utara dari Ibukota Jakarta ini, seakan tak lengkap bila tidak melanjutkan untuk singgah di Kampung Tugu.  Hati menjadi penasaran untuk alasan apa sehingga disebut Kampung Tugu dan lestari hingga saat ini.

Asal nama Tugu ternyata beragam versi. Pertama, karena ditemukannya sebuah prasasti tugu peninggalan kerajaan Tarumanegara di wilayah Cilincing ini, maka dinamai tempat penemuan tersebut adalah Tugu. Diduga juga , disekitar wilayah tersebut merupakan kerajaan dari Raja Purnawarman.

Prasasti Tugu dengan lima baris kalimat berhuruf palawa menyingkap pembuatan kanal dari Sungai Candrabagha (Kali Bekasi) dan Kali Gomati (Kali Cakung) sepanjang 11 kilometer. Diperkirakan pembuatan kanal itu memiliki dua tujuan, yaitu meredam banjir dan untuk irigasi pertanian.

Versi lainnya lagi nama Tugu berasal dari kata Por-tugu-ese (Portugis).  Sejak penjajah Belanda masuk Nusantara dan menang dari Portugis, dan tentara Portugis yang menjadi tawanan di tempatkan dalam satu wilayah di daerah Cilincing ini kemudian menjadi satu perkampungan. Sehingga kawasan yang dihuni oleh orang-orang Portugis ini di beri nama Kampung Tugu. Dan sekarang mereka telah membaur dari sejak awal silsilah keturunan mereka.  

Versi lainnya , berarti yang ketiga ya. Nama Tugu berasal dari nama pembatas  wilayah yang waktu itu banyak terdapat di daerah ini.  Nama Tugu sekarang diabadikan untuk nama kelurahan, tetapi dahulu nama Tugu dipergunakan untuk menyebutkan nama tempat, misalnya Kampung Tugu Batu Tumbuh, Kampung Tugu Rengas, Kampung Tugu Tipar, Kampung Tugu Semper, dan Kampung Tugu Kristen.

Dahulu wilayah Tugu ini merupakan tempat yang luas tanahnya yang dipergunakan untuk area persawahan penduduknya. Lama kelamaan semua itu dijual dan berubah menjadi tempat penyimpanan container yang keluar masuk pelabuhan Tanjung Priok. Bahkan akan sangat sulit ditemukan bentuk rumah asli dari penduduk Tugu ini. Hmm.. sangat disayangkan yah, kini hanya tinggal ceritanya saja.

Di Kampung Tugu, ada sebuah peninggalan sejarah yang sampai saat ini di lindungi , yakni sebuah bangunan rumah ibadah yang dikenal dengan nama Gereja Tugu. Sebuah Gereja yang dibangun oleh pemerintahan Kolonial Belanda untuk tawanan Portugis ini. Mereka dahulu memaksa untuk mengubah keyakinan para tawanan dan keturunannya ke Kristen Protestan.  Kemudian selanjutnya pada Tahun 1960 Gereja Tugu yang berlokasi di Jl. Raya Tugu Semper No. 20, RT 010/06, Kel Semper Barat, Jakarta Utara, ditetapkan dan di syahkan masuk menjadi anggota penuh GPIB.

Bentuk bangunan gerejanya mengingatkan saya akan Gereja Sion yang terletak di ujung jalan Pangeran Jayakarta , Kota. Bangunan yang juga merupakan gereja portugis diluar kota. Dan kedua bangunan tersebut memiliki bentuk arsitektur dan tata letak ruangan yang hamper serupa. Bagian dalam ruangan , terdapat barisan tempat duduk yang dahulu di gunakan untuk para kaum bangsawan dan barisan tempat duduk yang menghadap ke mimbar/altar adalah untuk para budak,awam atau orang biasa.

Di belakang gereja juga terdapat satu lokasi tempat pemakaman dan kalau dilihat dari nama-nama yang terdapat pada batu nisan tersebut, mereka yang dimakamkan adalah kaum keluarga dari orang-orang keturunan Portugis dengan nama belakang mereka . Komplek pemakaman ini bukan sembarangan komplek seperti pemakaman umum, Mayarakat tugu sepakat untuk membuat komplek pemakaman ini khusus bagi warga keturunan portugis. Yang dimakamkan disana ada kaitannya dengan pembangunan Gereja pada saat itu. Nenek moyang mereka yang dimakamkan disana lah yang membangun gereja GPIB Gereja Tugu..

Gereja Tugu juga memiliki Lonceng gereja yang terletak sekitar 50 meter dari gedung gereja. Anak lonceng yang tua kini di museumkan dan masih dapat dilihat. Dalam sebuah kotak kaca di teras sebuah rumah yang ada di dalam kompleks gereja tugu.

Uniknya pintu utama gereja tidak menghadap ke jalan raya , seperti saat saya masuk ke dalam komplek gereja. Melainkan menghadap ke sebuah sungai kecil yang tidak jauh dari pekarangan gereja.  Mendengar cerita ternyata sungai kecil yang merupakan aliran dari Sungai Cakung ini merupakan jalur transportasi yang digunakan oleh warga sekitar atau mereka yang akan beribadah.  

Dan hal ini jadi muncul dipikiran saya. Mungkin saja dahulu kala ada halte untuk pemberhentian perahu , sehingga diketika ada penumpang yang turun di gereja tugu , maka petugas yang menjalankan perahu akan menepikan perahunya. Atau bisa saja seperti sekarang transportasi mahal adalah mobil pribadi, mereka pun juga punya perahu pribadi sendiri. Bisa jadi begitu kan, ya?? hehe..

Salam dari Penjelajah Kota Tua
Veronica  Setiawati
Jkt, 31 Agst 2014

Saturday, September 06, 2014

Marunda, Mencari Rumah Si Pitung.



Marunda saat ini sedang naik daun, karena pemerintah DKI Jakarta tengah memperbaiki tata kota wilayah di utara kota Jakarta ini. Sepanjang perjalanan mungkin terasa gersang. Yahh memang karena wilayah ini sangat dekat dengan laut. Bahkan perluasan pelabuhan tengah dilakukan saat ini.


Karena wilayah Marunda dekat dengan laut maka tentu akan dijumpai kawasan desa nelayan, dimana dapat dilihat penduduk nelayan yang sederhana dengan tempat tinggal yang dari bambu dan kayu, jauh dari kesan mewah.  Bahkan pemandangan para nelayan yang sedang menjala ikanpun dapat dilihat disini.  Tempat makan yang menghidangkan khas makanan laut dengan posisi menghadap ke pesisir pantai pun dapat dijumpai.


Lebih uniknya lagi, pada saat saya berkunjung ke pesisir utara Jakarta ini , ternyata di sekitar Marunda ini terdapat situs sejarah yang terkenal, yakni Rumah Si Pitung. Bagi masyarakat betawi pada masanya tentu nama Si Pitung ini tidaklah asing bagi telinga mereka. Tokoh pembela rakyat kecil yang disebut sebagai pahlawan mereka dari penjajahan Belanda.


Rumah Si Pitung, adalah sebuah rumah panggung terbuat dari kayu dan bentuknya memanjang.  Walaupun sekarang sudah mengalami renovasi pada bagian dasarnya , namun bentuk bagunan inti dari rumah ini tidak lah mengalami perubahan. Beberapa anak tangga  dari kayu yang digunakan sebagai jalan masuk menuju pintu utama masih tetap terjaga.  Dan disarankan bagi para pengunjung yang akan menaiki anak tangga untuk memasuki rumah tersebut dibatasi lima orang saja.


Mungkin banyak orang yang datang melihat Rumah Si Pitung ini akan bertanya, termasuk dengan saya juga, kenapa disebut rumah si Pitung? Apakah benar Si Pitung yang selalu lolos dari incaran penjajah Belanda ini benar tinggal disini? Nah, untuk itulah saya datang “blusukan”.


Dari berbagai sumber di dapat , termasuk ketika mengikuti kegiatan Jelajah Kota Tua bersama Komunitas Jelajah Budaya, dari situlah saya mengetahui bahwa Rumah Si Pitung yang sekarang menjadi situs sejarah ini dahulu sering di datangi oleh Si Pitung.  Dan karena SK Gubernur DKI Bpk  Ali Sadikin yang menjadikan Rumah Si Pitung ini sebagai salah satu tempat cagar budaya. Beruntung  kita punya salah satu pemimpin yang masih perduli dengan situs sejarah dan tidak meruntuhkan pada masa pemerintahannya. Jadi masyarakat Betawi khususnya dapat mengenal bahwa ternyata punya sosok pahlawan.


Di dalam Rumah Si Pitung dapat dibaca kisah dari perjalanannya yang mengalami “broken home” dan menjalani hidupnya sebagai seorang peternak. Uniknya selain membantu mencari nafkah untuk ibunya, Si Pitung ini juga mencuri untuk mencukupi kebutuhan rakyat miskin disekitarnya. Dan terakhir dikisahkan diusianya yang masih muda , sekitar usia 28 tahunan,  ia menghembuskan nafas yang terakhir. Ia di tangkap dan di tembak oleh penjajah Belanda karena penghianatan dari beberapa rekannya. Semoga semangat perjuangannya untuk membantu sesamanya yang kekurangan dapat ditularkan kepada generasi anak bangsa selanjutnya.


Oiaaaa, soal Rumah Si Pitung banyak yang unik loh dari perabotan rumah, ukiran, furniture yang dipasang di dalamnya. Mata seakan dimanjakan dan memory pengunjung seperti saya yang baru pertama kali datang , seakan dibawa ke masanya dahulu. Dinding yang tebuat dari kayu dan beberapa besi tua sebagai penyangga serta  semilir angin laut dapat membuat betah berlama-lama menikmati kesederhanaan rumah yang bercat coklat ini.


Rumah yang bentuk memanjang ini mempunyai beberapa ruang. Beranda atau teras tepat ketika menaiki anak tangga. Kursi , meja, kaca hias tempo dulu yang menempel di dinding dapat dengan jelas dilihat. Kemudian ruang tengah atau ruang tamu. Dan beberapa lukisan serta pigura dari perjalanan riwayat Si Pitung terpajang untuk dibaca. Kemudian ada kamar tidur lengkap dengan meja untuk berdandannya. Lalu bagian ruangan tempat berkumpul untuk makan bersama , lalu ruangan dapur lengkap dengan peralatan dapur yang masih memakai tungku dan terakhir adalah ruang teras belakang.


Rumah tersebut di dalam satu area yang dipagari dengan tembok. Sekarang selain rumah panggung si Pitung , juga dibangun dua buah bangunan yang serupa. Mungkin digunakan sebagai tempat penjualan hasil karya dari desa atau penduduk disekitar Pantai utara Kota Jakarta tersebut. Sehingga situs budaya sejarah yang sudah ada tetap lestari dan setiap orang yang datang dapat memperoleh cinderamata atau karya atau pengetahuan sejarah yang baru mengenai Rumah Si Pitung atau lebih lagi mengenai wilayah Marunda yang dahulu di kenal sebagai Marunda Kelapa.

Kan, asyik juga gaul  yah , sudah lahir di Jakarta dan tinggal lama di Ibukota eeh, tidak kuper untuk mengenal sejarahnya,.. Itu baru generasi top..Nantikan oleh-oleh perjalanan saya yang lain dari Marunda  ;d


Veronica Setiawati
Jkt, 31 Agustus 2014

Monday, October 22, 2012

Mengintip Kolam Air Pemandian Raja.


Yogjakarta selalu menjadi tempat istimewa bagi siapa saja yang datang mengujunginya. Selalu ada cerita setiap datang ke sana. Begitupun ketika saya datang mengujungi salah satu tempat pemandian para raja yang tidak jauh dari Kraton Yogyakarta. Taman Sari, itulah namanya sebuah nama tempat pemandian para raja Kesultanan Yogyakarta. Dan mendengar nama pemandian ,  membuat saya membayangkan seperti apa rasanya mandi disana haha.. 

-- Saka Tunggal --
Kompleks Taman Sari dikelilingi tembok putih yang memanjang disepanjang jalan dan masih berjalan kaki sekitar kurang lebih 100 meter  ke dalam kompleks pemandian. Tetapi, sebelum masuk ke dalam kompleks pemandian tersebut, ada sebuah bangunan lain yang tak boleh dilewati. Masjid Saka Tunggal Kraton  sangat anggun berdiri dengan bentuk bangunan seperti pendopo rumah dengan warna putih krem. Saya merasakan ketenangan ketika memasuki rumah ibadah ini.

Saya mengintip bagian dalam masjid dan melihat tiang yang tunggal menjadi nama masjid ini. Di tengah bangunan masjid, terdapat sebuah tiang yang besar, berwarna coklat, dengan ukiran yang sangat menawan, menjadi penyangga sampai ke atas langit-langit masjid. Masjid Saka Tunggal seperti ini kedua kalinya saya datangi, yang pertama ketika berada di Purwokerto ke arah Ajibarang dan disana masih melihat sekumpulan kera yang siap “menggoda” para pengujung masjid.

Setelah puas melihat Masjid Saka Tunggal Kraton Jogya yang diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubowono IX ini, perjalanan saya lanjutkan memasuki gerbang gapura Taman Sari. Seperti halnya sebuah istana, di pintu gerbang atau gapura Taman Sari mempunyai dua buah bangunan gardu yang letaknya di kiri dan kanan pintu gerbang. Gerbang tinggi seperti dipintu masuk Taman Sari juga terdapat dibagian belakang Taman Sari.

Saya membayangkan betapa dulu penjagaan disini begitu ketat karena di sini merupakan tempat peristirahatan raja beserta keluarga.  Apalagi kompleks Taman Sari ini begitu luas dan tertutup . Kalau tidak ada yang menjaga, bagaimana mereka bisa istirahat dan mandi dengan tenang yaa... Presiden saja dapat penjagaan  :D

Setelah melewati gerbang dari taman sari , di dalamnya ada sebuah taman dan pot-pot tanaman disisi kiri dan kanan serta ada bangunan lain sebanyak empat buah. Dulunya bangunan tersebut diperuntukan untuk apa ya? Kalau menurut guide , bangunan terserbut menerima para tamu atau pejabat kesultanan. Karena tempat pemandiannya ada di dalam setelah taman ini. 

Tempat pemandiannya seperti kolam renang , dikelilingi tembok yang tinggi serta beratapkan langit. Memang tempat yang sangat tenang untuk sebuah privasi tetapi sekarang disekelilingnya sudah banyak pemukimana warga. Kolam pemandian ada dua dan di apit dua buah bangunan. Dan satu lagi sebuah kolam yang besar ada dibelakang bangunan yang memiliki menara dua lantai. 

-- Tempat raja memantau --
Bangunan yang memanjang yang ada disebelah kanan itu digunakan para istri raja atau para perempuan untuk mengganti pakaian dan bagunan yang satu dengan menara yang tinggi untuk raja. Wah, bagaimana ya dulu para perempuan yang menjadi istri atau selir raja mandi bersama dalam satu kolam? Hihi.. Pikiran nakal saya jadi muncul. 

Dikatakan , menara tinggi yang ada di sisi kiri kolam biasanya raja selalu memantau para perempuan yang mandi disana. Dari atas sana pula, raja dapat memilih perempuan mana yang menemaninya mandi dan bila perlu menemaninya sampai ke peraduan. Glek! Enak banget ya jadi raja hehe..

Iseng saya bertanya dengan guide, “Pak, seandainya perempuan itu tidak mau melayani sang raja bagaimana?” . Jawabannya “Tidak boleh bilang tidak mau, siapapun yang sudah ditunjuk oleh raja, dia harus mau.” Duh , nasibmu nak kaum perempuan. Jadi nelangsanya hati ini, bersyukurlah ada ibu RA Kartini yang berhasil me“merdeka”kan perempuan.

Di bangunan yang ada menarannya tersebut, ada sebuah ruangan yang atasnya dipasang dipan / papan coklat seperti bentuk tempat tidur. Menurut pak guide, disinilah sang raja dan perempuan pilihan raja melakukan hubungan selayaknya suami istri. Dan dibawahnya ada tiga buah lubang yang dipasang tungku untuk membantu memanaskan ruangan.

Sekarang bangunan tersebut menjadi bangunan bersejarah karena sudah tidak memungkinan raja yang saat ini memimpin mandi disana bersama para keluarganya. Apalagi para pengunjung yang ingin mencoba mandi, karena kolam tersebut sudah dipenuhi dengan lumut. Sekarang kompleks pemandian tersebut menjadi tempat wisata yang menarik karena bangunan yang unik  dan menjadi salah satu sejarah di Yogya. 

-- di lorong kompleks Taman Sari --
Selain kolam air , juga ada bangunan lain dekatnya. Bentuknya lorong yang panjang, tingginya hampir dua meter. Saya pernah memasukinya saat bangunan tersebut direnonasi sekitar tahun 2010.  Banyak sekali lorong-lorong yang menghubungkan sejumlah ruangan.

Di sisi lainnya terdapat sebuah bangunan yang berbentuk lingkaran yang dipergunakan sebagai masjid oleh warga kraton. Bangunan masjid ini sangat unik karena berbentuk lingkaran dan berlantai dua dengan pintu yang menyerupai jendela di tiap lantai. 

Di dalam ruangan yang melingkar tersebut terdapat tangga untuk naik ke lantai di atasnya. Di bawah tangga terdapat sebuah sumur yang digunakan sebagai tempat berwudhu, namun sekarang sumur tersebut sudah ditutup karena dikhawatirkan dapat membahayakan para pengunjung karena umur bangunan yang sudah sangat tua. Tembok-tembok yang menempel di kanan kiri banyak yang sudah mengelupas dan sedang direnovasi.

Eksotisme Taman Sari tidak pudar hingga saat ini. Tempat ini menjadi latar pemotretan model, juga para pembuat foto prewedding. Lokasi yang berdekatan dengan pasar Ngasem ini menjadi rekomendasi paling banyak diberikan mereka yang mengabadikan diri saat ingin melepas lajang, Tetapi saya, melanjutkan perjalanan lagi setelah dari tempat ini.

 @Yogyakarta
Veronica Setiawati
*Lanjutan dari Cerita Dari Magelang Part 1*